Senin, 12 Desember 2011

SEPERTI APA KOPERASI DALAM IDEOLOGISME BEBERAPA NEGARA


Menelusuri Jejak Gerakan Koperasi  Di Indonesia
            Sebagai bentuk perusahaan, koperasi dengan sadar mengemban nilai-nilai tertentu sebagai norma usahanya,jelaslah bahwa koperasi pada dasarnya adalah suatu bentuk perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, keadilan, dan demokrasi.
            Sebagaimana terungkap dalam tujuan koperasi, misi koperasi bukanlah sekedar untuk memperjuangkan kepentingan para anggotanya, koperasi juga dengan sadar bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Bahkan koperasi juga memiliki tujuan untuk turut serta secara aktif dalam membangun sistem perekonomian nasional. Selain sebagai suatu bentuk perusahaan koperasi pada dasarnya adalah suatu gerakan. Yaitu gerakan ekonomi rakyat yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan berkesinambungan, baik dalam lingkup nasional maupun lingkup internasional.
Untuk lebih jelasnya gerakan dan tantangan koperasi akan dibahas lebih rinci pada bagian berikut ini.
1.            International Cooperative Alliance (ICA)
            International Coperative Alliance atau disingkat ICA, dibentuk pada Kongres Koperasi sedunia tahun 1895 di London. Yang mempelopori berdirinya gerakan koperasi dunia ini adalah Inggris, Australia, Belgia, Perancis, Jerman, Belanda, Italia, Swiss, dan Rumania. Dengan demikian ICA, merupakan satu-satunya organisasi gerakan koperasi seluruh dunia yang secara khusus mengabdikan diri pada pengembangan koperasi. Dalam pasal I Anggaran Dasar ICA disebutkan tujuan umum ICA sebagai berikut :
            ICA melanjutkan kerja para pelopor Rochdale, sesuai dengan prinsip-prinsipnya, berusaha dengan kebebasan penuh dengan semata-mata mencari keuntungan dengan suatu sistem koperasi yang diorganisasikan untuk kepentingan seluruh      masyarakat dan berdasarkan saling bantu membantu.
            Jumlah anggota ICA pada tahun 1986 telah meliputi 72 negara, dengan jumlah anggota perorangan sekitar 498,5 juta orang, tersebar di empat benua (Kamarlsyah dkk, 1987). Meskipun syarat-syarat keanggotaanya bersifat terbuka untuk semua jenis koperasi di seluruh dunia, pada kenyataannya yang masuk menjadi anggota adalah koperasi-koperasi tingkat nasional. Yang bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan-keputusan Kongres ICA ialah Dewan Paripurna (Central Commite). Sampai dengan 1948, sekretariat ICA dipimpin oleh seorang Sekretaris Jendral. Sedangkan periode 1948-1963, dikepalai secara langsung oleh Direktur dan Sekretaris Jenderal bersama-sama. Tetapi mulai tahun 1963, sekretariat ICA hanya dipimpin oleh seorang Direktur tanpa ada seorang Sekretaris Jenderal.
2.      ASEAN Cooperative Organization (ACO)
            Atas prakarsa Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN), pada tahun 1977 (5-7 Desember ) telah diselenggarakan Konferensi Pertama Koperasi Negara-Negara ASEAN di Jakarta. Konferensi tersebut telah berhasil mengambil dua keputusan penting, yaitu :
Pertama, membuat suatu penyataan bersama wakil-wakil Gerakan Koperasi Negara-Negara ASEAN (Joint Declaration of Represenative of ASEAN Cooperative movements).
Kedua, membentuk organisasi koperasi Asean (Asean Cooperative Organization disingkat ACO).
            Konstitusi ACO telah ditandatangani oleh Wakil Gerakan Koperasi Indonesia, Malaysia, Fhilipina, Singapura, dan Thailand tanggal 6 Desember 1977 di Jakarta, Pimpinan ACO berada di tangan sebuah Dewan Pimpinan (ACO-COUNCIL) yang terdiri dari 3 unsur, yaitu :
  1. Presidium sebanyak 2 orang wakil gerakan koperasi dan tiap negara ASEAN. Sejumlah 10 orang.
  2. Dewan Pejabat sebanyak 1 orang yang mewakili Departemen yang membawahi perkoperasian di masing-masing negara ASEAN, sejumlah 5 orang.
  3. Seorang Sekretaris Jenderal.
       Bagaimana dengan gerakan Koperasi di Indonesia, pada bahasan berikut ini dipaparkan sejerah gerakan koperasi  di Indonesia
3.Gerakan Koperasi Indonesia
            Walaupun koperasi telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1895 namun lembaga gerakan koperasi baru muncul sekitar 50 tahun kemudian. Lembaga gerakan koperasi yang pertama, yang bernama Sentra Organisasi Koperasi Republik Indonesia (SOKRI) itu. Lahir melalui Kongres Koperasi I yang berlangsung di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tahun 1947. Namun SOKRI tidak sempat berkiprah sebagaimana diharapkan.
            Lembaga gerakan koperasi Indonesia baru dapat bergerak secara lebih baik setelah dibentuknya Dewan Koperasi Indonesia (DKI) pada tahun 1953. Namun demikian, organisasi gerakan Koperasi Indonesia meliputi struktur organisasinya telah berulangkali mengalami perubahan. Sampai akhirnya menjadi Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), sebagaimana dikenal saat ini.
a. Sentra Organisasi Koperasi Indonesia (SOKRI)
            Keinginan untuk menyelenggarakan kongres koperasi nasional itu terlaksana pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, atas prakarsa dalam kongres tersebut, maka disepakatilah untuk meresmikan berdirinya, organisasi Koperasi tingkat nasional pertama dengan nama Sentra Organisasi Koperasi Indonesia. Selain itu juga dipakai untuk menetapkan tanggal 12 Juli setiap tahunnya sebagai hari Koperasi.
b. Dewan Koperasi Indonesia (DKI)
            Sebagai tindak lanjut dari kegagalan SOKRI dalam upaya mempersatukan gerakan Koperasi Indonesia, maka diupayakan untuk menyelenggarakan Kongres Koperasi yang kedua. Kongres Koperasi Kedua berlangsung pada tanggal 15-17 Juli 1953 di Bandung.
            Berdasarkan kesepakatan yang dicapai dalam kongres, maka dibentuklah organisasi gerakan Koperasi yang baru dengan nama Gerakan Koperasi Indonesia (DKI). Pada kongres itu juga disepakati untuk mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Sesuai dengan anggaran dasar DKI. Maksud dan tujuan DKI adalah ingin melaksanakan cita-cita nasional yaitu untuk menyusun perekonomian bangsa atas dasar asas kekeluargaan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 33 ayat (1) UUD 1945. adapun cara yang ditempuh DKI dalam usaha mencapai  cita-cita tersebut adalah :
1)      Menyebarkan, memelihara dan mempertahankan cita-cita koperasi.
2)      Memperhatikan dan membantu pelaksanaan kepentingan perkumpulan koperasi dan
3)      Membela hak hidup dan berkembang secara bebas bagi perkumpulan koperasi terhadap usaha-usaha yang merintanginya. Bila perlu bekerjasama dengan seluruh gerakan koperasi, serta memandangnya dari sudut perkemabngan nasional.
            Dalam rangka mencapai maksud dan tujuan tersebut, DKI melakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1)      Meminta penjelasan atau pendapat, pertimbangan atau nasihat kepada pemerintah serta badan-badan yang diakuinya, mengenai masalahyang berkaitan dengan koperasi.
2)      Memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan pers tentang segala persoalan yang berkaitan dengan gerakan koperasi ;
3)      Menyelenggarakan penerangan-penerangan serta pendidikan khusus mengenai koperasi;
4)      Menerbitkan majalah tentang koperasi;
5)      Mengadakan rapat-rapat dan perundingan dengan instansi terkait;
6)      Mempelajari dan mengusahakan pemecahan masasalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang berkaitan secara langsung dengan koperasi;
7)      Mencari dan memelihara hubungan baik dengna gerakan-gerakan koperasi internasional;
8)      Membantu setiap perjuangan, khusus yang dihadapi oleh suatu koperasi yang tergabung dan terutama yang bersifat mempertaruhkan dasar paham koperasi.
c. Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia (SOKSI)
            Sebagai akibat dan pelaksanaan demokrasi terpimpin, maka kehidupan ekonomi nasional bergeser pula pada ekonomi terpimpin. Sehingga unsur demokrasi dan ekonomi terpimpin terlihat jelas dalam penyelenggaraan usha koperasi pada masa itu. Pengawasan terhadap usaha koperasi cenderung sangat besar, karena koperasi yang ada dijadikan sebagai alat untuk mendukung kebijakan ekonomi terpimpin.
            Upaya pemerintah untuk menjamin bahwa koperasi yang ada dapat dijadikan sebagai alat kebijakan pemerintah, maka pada tanggal 3 Juni 1961 dibentuk Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia (KOKSI) sebagai pengganti DKI. Dengan Keputusan Presiden Nomor 226 /1961, susunan organisasinya disesuaikan dengan susunan ketatanegaraan Indonesia waktu itu. Keorganisasian KOKSI bersifat tunggal dengan tingkatan sebagai berikut:
1)      Dewan Nasional. berkedudukan di Ibukota negara ;
2)      Dewan Tingkat Daerah I berkedudukan di Ibukota Provinsi ;
3)      Dewan Tingkat Daerah II berkedudukan di Kabupaten / Kota
            Di bidang manajemen terlihat jelas kepentingan politik pemerintah di dalam usaha koperasi. Hal ini bisa dilihat dair kepengurusan koperasi. Pimpinan organisasi adalah Dewan Pimpinan yang diketuai langsung oleh Presiden Soekarno. Anggota Dewan Pimpinan terdiri dari unsur pemerintah, gerakan koperasi dan para ahli serta wakil-wakil daerah yang diangkat oleh pemerintah. Ketua Dewan KOKSI dipegang oleh Menteri yang bertanggung jawab urusan koperasi.
            Puncak campur tangan pemerintah ketika itu adalah dengan mencabut UU Nomor 79/1958, dan menggantinya dengan UU Nomor 14/1965. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa kepengurusan (koperasi) harus mencerminkan kekuatan progresif revolusioner yang berporoskan Nasakom dan harus berjiwa Manipol Dengan kebijakan politik dan ekonomi tersebut maka organisasi koperasi pada masa itu sangat sulit untuk berkembang secara wajar.
d. Gerakan Koperasi Indonesia (Gerkopin)
            Sejak tahun 1966 Pemerintah Orde Baru bertekad membangun kembali gerakan koperasi di Indonesia. Dari hasil musyawarah nasional gerakan koperasi yang berlangsung tanggal 13-17 Juli 1966, mendesak pemerintah untuk membubarkan Koksi. Dan sebagai gantinya pada bulan Juli 1967. menteri Perdagangan dan Koperasi menyetujui pembentukan wadah gerakan koperasi yang baru, yang disebut Gerakan Koperasi Indonesia (Gerkopin).
            Pada musyawarah nasional gerakan koperasi pada bulan Juli 1966, dinyatakan sebagai Munas yang pertama Gerkopin. Pada Munas ini Gerkopin juga menyarankan agar pemerintah mencabut UU Nomor 14/1965, karena dipandang telah menempatkan koperasi sebagai kendaraan politik semata. Kemudian pemerintah membentuk Panitia Peninjau UU Nomor 14/1965 (yang diketuai oleh Ir. Ibnoe Sudjono, Asisten Menteri Urusan Koperasi). Dari panitia tersebut berhasil disusun RUU perekonomian, yang kemudian disyahkan menjadi UU No.12/1967 tentang pokok-pokok perkoperasian pada tanggal 18 Desember 1967.
e. Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin)
            Dengan diberlakukan UU No.12/1967, maka pada tahun 1968 berdirilah Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin). Sesuai dengan kesepakatan Gerakan Koperasi Indonesia saat itu. Dekopin dinyatakan sebagai satu-satunya wadah tunggal gerakan koperasi di Indonesia. Dekopin didaftarkan sebagai badan hukum secara syah pada tahun 1970.
            Anggaran Dasar Dekopin telah beberapa kali mengalami perubahan, yang terakhir adalah pada Musyawarah Nasional Koperasi XI di Jakarta pada tahun 1983. Sesuai dengan anggaran dasar tahun 1983, Dekopin mempunyai kedudukan sebagai organisasi gerakan koperasi yang melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1)      Memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi koperasi;
2)      Meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat
3)      Melakukan pendidikan perkoperasian bagi anggota dan masyarakat dan;
4)      Mengembangkan kerjasama antar koperasi dan antar koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat nasional maupun internasional.
            Sesuai dengan anggaran dasarnya, Dekopin dinyatakan sebagai organisasi yang bersifat tunggal. Dengan kata lain meskipun Dekopin mempunyai susunan organisasi di pusat maupun di daerah, ia tidak mengenal adanya otonomi di dalam struktur organisasinya. Organisasi Dekopin secara nasional adalah sebagai berikut :
1)      Di Tingkat Pusat Dekopin, berkedudukan di Ibukota Negara, yaitu Jakarta;
2)      Di Tingkat Provinsi disebut Dekopin Wilayah yang berkedudukan di Ibukota Provinsi;
3)      Di Tingkat Kabupaten/Kota disebut Dekopin Daerah yang berkedudukan Ibukota Kabupaten/Kota.

D. Hubungan Gerakan Koperasi Indonesia dengan Gerakan Koperasi Internasional
            Indonesia secara resmi terdaftar sebagai anggota International Cooperative Alliance (ICA) sejak tahun 1958, yakni setelah Dewan Koperasi Indonesia (DKI) dengan resmi menjadi anggota lembaga ini.
            Dengan terbentuknya kantor Regional ICA di New Delhi, maka hubungan gerakan koperasi Indonesia melalui Dekopin dilakukan melalui kantor tersebut. Dekopin juga duduk sebagai anggota Dewan Penasehat untuk kantor ICA dan Pusat Pendidikan di New Delhi.
            Dalam rangka meningkatkan usaha perdagangan antar koperasi, pada tahun 1974 telah didirikan Internasional Cooperative Trading Organization (ICTO) yang berkedudukan di Singapura. ICTO dimaksudkan sebagai suatu badan perantara perdagangan Koperasi untuk pasar Asia, Eropa dan Afrika. Di bidang perbankan telah dimulai merintis pembentukan suatu Bang Pembangunan Koperasi Asia (Asian Cooperative Development Bank, ACDB), yang diharapkan dapat membantu masalah pembiayaan, keuangan serta perdagangan luar negeri yang menguntungkan gerakan koperasi di Asia Tenggara.
1.  Hubungan Dekopin dengan Koperasi di Luar Negeri
            Sebagai salah satu anggota ICA, hubungan Dekopin dengan koperasi-koperasi di luar negeri berjalan dengan baik. Hal ini terutama dalam usaha meningkatkan kemampuan koperasi di Indonesia untuk mencapai tujuan. Dalam hubungan dengan koperasi luar negeri memberi kesempatan luas untuk memperoleh bantuan tenaga ahli dan kesempatan untuk mengikuti latian di bidang perkoperasian. Koperasi-koperasi luar negeri yang pernah menawarkan bantuannya melalui Dekopin adalah :
1.      Dewan Koperasi India (National Cooperative Union of India), menawarkan kesempatan mengikuti latihan perkoperasian;
2.      Dewan Koperasi Amerika Serikat (Cooperative League of USA), menawarkan tenaga ahli, bantuan penyusunan Project Design, bantuan pengembangan beberapa jenis koperasi. Untuk maksud ini dibuka Kantor Cabang Dewan Koperasi AS di Jakarta pada tahun 1977;
3.      Pusat Koperasi Swedia (Swedish Cooperative Centre) yang bersedia mendidik tenaga-tenaga Indonesia terutama di bidang Koperasi Konsumsi;
4.      Koperasi Asuransi Malaysia, telah menyanggupi bantuan latihan di bidang Koperasi perasuransian di Kuala Lumpur;
5.      Koperasi Asuransi Jepang, telah bersedia membantu tenaga Indonesia dalam pendidikan perasuransian.
2.   Sikap Pemerintah terhadap Gerakan Koperasi
            Koperasi pada umumnya diberikan status badan hukum sesuai dengan Undang-Undang yang ada atau sesuai dengan sistem yang sudah ada dan sudah mantap digunakan di Negara yang bersangkutan sebelum adanya perkumpulan koperasi. Tetapi dengan adanya koperasi dan perkembangannya yang cepat, serta memiliki sifat yang khusus yang tidak dimiliki oleh usaha lain, maka dalam perkembangannya dikeluarkanlah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkoperasian oleh pemerintah. Perundang-undangan ini ada yang berdiri sendiri dan langsung mengatur koperasi di negara yang bersangkutan, tetapi ada yang hanya dititipkan permasalahn koperasi ke dalam perundang-undangan yang lain.
            Dalam perkembangannya meskipun pemerintah di masing-masing Negara telah membuat undang-undang tentang perkoperasian, dalam praktiknya terdapat perbedaan dalam sikap pemerintah terhadap gerakan koperasi di masing-masing negara. Sikap pemerintah dalam gerakan koperasi menurut Hendrojogi dapat dikelompokkan dalam empat macam, antara lain :

tugas 4: FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOPERASI

FAKTOR-FAKTOR EKONOMI YANG MEMPENGARUHI  KOPERASI DI INDONESIA
Koperasi merupakan badan usaha yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya/masyarakat akan tetapi dalam menjalankan tugasnya tentu saja koperasi memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi maju atau tidaknya Koperasi.
Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan koperasi Indonesia adalah rendahnya tingkat kecerdasan rakyat Indonesia.
Faktor penghambat dalam pembangunan koperasi adalah kurangnya dedikasi pengurus terhadap kelangsungan hidup koperasi.Ini berarti bahwa kepribadian dan mental pengurus,pengawas,manajer belum berjiwa koperasi sehingga harus diperbaiki lagi.
Faktor penghambat kemajuan koperasi adalah kurangnya kerjasama di bidang ekonomi dari masyarakat kota.Kerjasama di bidang social (gotong-royong) memang sudah kuat tetapi kerjasama di bidang usaha dirasakan masih lemah,padahal kerjasama di bidang ekonomi merupakan faktor yang sangat menentukan kemajuan lembaga koperasi.
Faktor penghambat kemajuan koperasi adalah kurangnya Modal Kerja. Sehingga koperasi ini tidak bisa bersaing dengan Koperasi yang lain baik nasional maupun internasional.
Faktor penghambat berkembangnya koperasi adalah Kinerja Anggotanya. Dimana faktor ini bisa dikatakan mirip dengan yang kedua, tetapi meskipun anggotanya itu cerdas tetapi kinerjanya lemah maka koperasi pun akan lemah.
Faktor penghambat yang lain adalah Aspek manajemen. Dimana hal ini berkaitan dengan cara pengelolaan sebuah koperasi. Bila koperasi dimanage dengan baik  akan menghasilkan sebuah koperasi yang maju.
Selain sebagai faktor penghambat, faktor – faktor diatas juga dapat menjadi faktor yang dapat menunjang keberhasilan sebuah Koperasi
Oleh karena karena itu,sebaiknya pengenalan koperasi kepada masyarakat sebaik dikenalkan sejak dini,agar masyarakat mengerti dan memahami manfaat dari koperasi sehingga mereka bisa menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada di koperasi dengan baik. Selain itu juga harus meningkatkan SDM  dengan kualitas yang bagus baik dari segi pengetahuan, kemampuan dan moral para anggotanya.
1.  Pemerintah Sebagai fungsi Regulatory dan Development
 Sebelum berbicara mengenai faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi perkembangan koperasi di Indonesia, ada baiknya kita memahami dulu pengalaman Koperasi di Indonesia. Secara tidak langsung dengan memahami pengalaman Koperasi ini akan membuka wawasan tentang pemahaman atas faktor-faktor perkembangan ekonomi terhadapa perkembangan Koperasi di Indonesia.
 Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar.
 Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002).
 Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.
 Selama ini “koperasi” di­kem­bangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja  terbesar ba­gi penduduk Indonesia.
Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. Dalam pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian (Sharma, 1992).
Di manapun baik di negara berkembang maupun di negara maju kita selalu disuguhkan contoh koperasi yang berhasil, namun ada kesamaan universal yaitu koperasi peternak sapi perah dan koperasi produsen susu, selalu menjadi contoh sukses dimana-mana. Secara spesial terdapat  contoh yang lain seperti produsen gandum di daratan Australia, produsen kedele di Amerika Utara dan Selatan hingga petani tebu di India yang menyamai kartel produsen. Keberhasilan universal koperasi produsen susu, baik besar maupun kecil, di negara maju dan berkembang nampaknya terletak pada keserasian struktur pasar dengan kehadiran koperasi, dengan demikian koperasi terbukti merupakan kerjasama pasar yang tangguh untuk menghadapi ketidakadilan pasar. Corak ketergantungan yang tinggi kegiatan produksi yang teratur dan kontinyu menjadikan hubungan antara anggota dan koperasi sangat kukuh.
Syarat 3 : “Posisi koperasi produsen yang menghadapi dilema bilateral monopoli   menjadi akar memperkuat posisi tawar koperasi”.  
Di negara berkembang, termasuk Indonesia, transparansi struktural tidak berjalan seperti yang dialami oleh negara industri di Barat, upah buruh di pedesaan secara rill telah naik ketika pengangguran meluas sehingga terjadi Lompatan ke sektor jasa terutama sektor usaha mikro dan informal (Oshima, 1982). Oleh karena itu kita memiliki kelompok penyedia jasa terutama disektor perdagangan seperti warung dan pedagang pasar yang jumlahnya mencapai lebih dari 6 juta unit dan setiap hari memerlukan barang dagangan. Potensi sektor ini cukup besar, tetapi belum ada referensi dari pengalaman dunia. Koperasi yang berhasil di bidang ritel di dunia adalah sistem pengadaan dan distribusi barang terutama di negara-negara berkembang “user” atau anggotanya adalah para pedagang kecil sehingga model ini harus dikembangkan sendiri oleh negara berkembang.  
Koperasi selain sebagai organisasi ekonomi juga merupakan organisasi pendidikan dan pada awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat pendidikan anggota yang memudahkan lahirnya kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam sistem demokrasi dan tumbuhnya kontrol sosial yang menjadi syarat berlangsungnya pengawasan oleh anggota koperasi. Oleh karena itu kemajuan koperasi juga didasari oleh tingkat perkembangan pendidikan dari masyarakat dimana diperlukan koperasi. Pada saat ini masalah pendidikan bukan lagi hambatan karena rata-rata pendidikan penduduk dimana telah meningkat. Bahkan teknologi informasi telah turut mendidik masyarakat, meskipun juga ada dampak negatifnya.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program  pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter­sebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta  menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha.
 2.       Fenomena Globalisasi
 Tidak ada definisi yang baku atau standar mengenai globalisasi, tetapi secara sederhana globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses di mana semakin banyak negara yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi global yang membuat negara-negara tersebut saling tergantung satu dengan yang lainnya.
 Di Wolf (2004), disebut ada tiga aspek yang saling terkait yang menandakan sedang berlangsungnya proses globalisasi, yakni semakin terintegrasinya pasar lintas negara, semakin berkurang-/menghilangnya hambatan-hambatan yang dikenakan pemerintah terhadap arus internasional dari barang, jasa dan modal, dan penyebaran global dari kebijakan-kebijakan yang yang semakin berorientasi pasar di dalam negeri maupun internasional.
 Jadi, proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang akan semakin cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga akan semakin cepat dan peningkatan serta perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia. Perkembangan ini telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan ekonomi dan juga mempertajam persaingan antarnegara, tidak hanya dalam perdagangan internasional tetapi juga dalam investasi, keuangan, dan produksi. 
Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi biasanya dikaitkan dengan proses internasionalisasi produksi,7perdagangan dan pasar uang.
 Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang berada diluar pengaruh atau jangkauan kontrol pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan pasar global, bukan oleh kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah secara individu.
 Dalam tingkat globalisasi yang optimal arus produk dan faktor-faktor produksi (seperti tenaga kerja dan modal) lintas negara atau regional akan selancar lintas kota di dalam suatu negara atau desa di dalam suatu kecamatan. Pada tingkat ini, seorang pengusaha yang punya pabrik di Kalimantan Barat setiap saat bisa memindahkan usahanya ke Serawak atau Filipina tanpa halangan, baik dalam logistik maupun birokrasi yang berkaitan dengan urusan administrasi seperti izin usaha dan sebagainya.
 Sekarang ini dengan semakin mengglobalnya perusahaan-perusahaan multinasional atau transnasional bersamaan dengan semakin dominannya sistem produksi global atau internasionalisasi produksi (dibandingkan sistem produksi lokal pada era 50-an hingga awal 80-an), tidak relevan lagi dipertanyakan negara mana yang menemukan atau membuat pertama kali suatu barang.
Semakin menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi secara nasional maupun regional yang berbarengan dengan semakin hilangnya kedaulatan suatu pemerintahan negara muncul disebabkan oleh banyak hal, diantaranya menurut Halwani (2002) adalah komunikasi dan transportasi yang semakin canggih dan murah, lalu lintas devisa yang semakin bebas, ekonomi negara yang semakin terbuka, penggunaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara, metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang semakin efisien, dan semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir seantero dunia.
 Selain itu, penyebab-penyebab lainnya adalah semakin banyaknya industri yang bersifat footloose akibat kemajuan teknologi (yang mengurangi pemakaian sumber daya alam), semakin tingginya pendapatan dunia rata-rata per kapita, semakin majunya tingkat pendidikan mayarakat dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi di semua bidang, dan semakin banyaknya jumlah penduduk dunia.
 Menurut Friedman (2002), globalisasi mempunyai tiga dimensi. Pertama, dimensi ide atau ideologi yaitu “kapitalisme”. Dalam pengertian ini termasuk seperangkat nilai yang menyertainya, yakni falsafah individualisme, demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Oleh karena itu tidak mengherankan jika demokrasi dan HAM menjadi dua isu yang semakin penting, bahkan sekarang ini sering dijadikan sebagai salah satu pertimbangan utama dalam membuat kesepakatan atau menjalin kerjasama ekonomi antarnegara atau dalam konteks regional seperti ASEAN, UE dan APEC atau global seperti WTO. Kedua, dimensi ekonomi, yaitu pasar bebas yang artinya arus barang dan jasa antarnegara tidak dihalangi sedikitpun juga. Ketiga, dimensi teknologi, khususnya teknologi informasi yang akan membuka batas-batas negara sehingga negara makin tanpa batas.
 Derajat globalisasi dari suatu negara di dalam perekonomian dunia dapat dilihat dari dua indikator utama yait :
  1. Pertama, rasio dari perdagangan internasional (ekspor dan impor) dari negara tersebut sebagai suatu persentase dari jumlah nilai atau volume perdagangan dunia, atau besarnya nilai perdagangan luar negeri dari negara itu sebagai suatu persentase dari PDB-nya. Semakin tinggi rasio tersebut menandakan semakin mengglobal perekonomian dari negara tersebut. Sebaliknya, semakin terisolasi suatu negara dari dunia, seperti Korea Utara, semakin kecil rasio tersebut.
 2.   Kedua, kontribusi dari negara tersebut dalam pertumbuhan investasi dunia, baik investasi langsung atau jangka panjang atau umum disebut penanaman modal asing (PMA) maupun investasi tidak langsung atau jangka pendek (investasi portofolio).
 Sebagai suatu negara pengekspor (pengimpor) modal neto, semakin besar investasi dari negara itu (negara lain) di luar negeri (dalam negeri), semakin tinggi derajat globalisasinya. Derajat keterlibatan dari suatu negara (negara lain) dalam investasi di negara lain (dalam negeri) bisa diukur oleh sejumlah indikator. Misalnya, untuk investasi langsung oleh rasio dari PMA dari negara tersebut (negara asing) di dalam pembentukan modal tetap bruto di negara lain (dalam negeri). Sedangkan dalam investasi portofolio diukur oleh antara lain nilai investasi portofolio dari negara tersebut (negara asing) sebagai suatu persentase dari nilai kapitalisasi dari pasar modal di negara tujuan investasi (dalam negeri), atau sebagai persentase dari jumlah arus masuk modal jangka pendek di dalam neraca modal dari negara tujuan investasi (dalam negeri).
3.       Prospek Ke Depan Koperasi Indonesia
Apakah lembaga yang namanya koperasi bisa survive atau bisa bersaing di era globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia? Apakah koperasi masih relevan atau masih dibutuhkan masyarakat, khususnya pelaku bisnis dalam era modern sekarang ini? Jawabnya: ya.
 Buktinya bisa dilihat di banyak Negara Maju misalnya, Rabbo Bank adalah bank milik koperasi, yang pada awal dekade 20-an merupakan bank ketiga terbesar dan konon bank ke 13 terbesar di dunia. Di banyak Negara Maju koperasi juga sudah menjadi bagian dari sistem perekonomian.
 Ternyata koperasi bisa bersaing dalam sistem pasar bebas, walaupun menerapkan asas kerja sama daripada persaingan. Di Negara Maju koperasi lahir dan tetap ada karena satu hal, yakni adanya distorsi pasar yang membuat sekelompok petani atau produsen kecil secara individu tidak akan mampu menembus atau bermain di pasar secara optimal. Oleh karena itu, mereka melakukan suatu kerjasama yang dilembagakan secara resmi dalam bentuk suatu koperasi. Demikian juga lahirnya koperasi simpan pinjam atau kredit. Karena banyak masyarakat tidak mampu mendapatkan pinjaman dari bank komersial konvensional, maka koperasi kredit menjadi suatu alternatif.
 Esensi globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang sedang berlangsung saat ini dan yang akan semakin pesat di masa depan adalah semakin menghilangnya segala macam hambatan terhadap kegiatan ekonomi antar negara dan perdagangan internasional.
 Melihat perkembangan ini, prospek koperasi Indonesia ke depan sangat tergantung pada dampak dari proses tersebut terhadap sektor bersangkutan. Oleh karena itu, prospek koperasi harus dilihat berbeda menurut sektor. Selain itu, dalam menganalisisnya, koperasi Indonesia perlu dikelompokkan ke dalam ketiga kelompok atas dasar jenis koperasi. Pengelompokan itu meliputi pembedaan atas dasar:
(i)      koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi (ii)
(ii)     koperasi konsumen atau koperasi konsumsi, dan
(iii)     koperasi kredit dan jasa keuangan.
 Koperasi produsen terutama koperasi pertanian memang merupakan koperasi yang paling sangat terkena pengaruh dari globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia. Sektor pertanian, yang berarti juga koperasi di dalamnya, di seluruh belahan dunia ini memang selama ini menikmati proteksi dan berbagai bentuk subsidi serta dukungan pemerintah. Dengan diadakannya pengaturan mengenai subsidi, tarif, dan akses pasar, maka sektor ini semakin terbuka dan bebas, dan kebijakan perencanaan pertanian yang kaku dan terfokus akan (sudah mulai) dihapuskan.
 Sehingga pengekangan program pembangunan pertanian dari pemerintah tidak mungkin lagi dijalankan secara bebas, tetapi hanya dapat dilakukan secara lokal dan harus sesuai dengan potensi lokal. Konsukwensinya, produksi yang dihasilkan oleh anggota koperasi pertanian tidak lagi dapat menikmati perlindungan seperti semula, dan harus dibuka untuk pasaran impor dari negara lain yang lebih efisien.
 Khusus untuk koperasi-koperasi pertanian yang selama ini menangani komoditi sebagai pengganti impor atau ditutup dari persaingan impor jelas hal ini akan merupakan pukulan berat dan akan menurunkan pangsanya di pasar domestik kecuali ada upaya-upaya peningkatan efisiensi, produktivitas dan daya saing. Sementara untuk koperasi yang menghasilkan barang pertanian untuk ekspor seperti minyak sawit, kopi, dan rempah serta produksi pertanian dan perikanan maupun peternakan lainnya, jelas perdagangan bebas merupakan peluang emas.
 Karena berbagai kebebasan tersebut berarti membuka peluang pasar yang baru. Dengan demikian akan memperluas pasar yang pada gilirannya akan merupakan peluang untuk pening-katan produksi dan usaha bagi koperasi yang bersangkutan. Namun demikian, kemampuan koperasi-koperasi pertanian Indonesia untuk memanfaatkan peluang pasar ekspor tersebut sangat tergantung pada upaya-upaya mereka meningkatkan efisiensi, produktivitas dan daya saing dari produk-produk yang dihasilkan.
Menurut Soetrisno (2003c), dengan perubahan tersebut, prinsip pengembangan pertanian akan lebih bersifat insentif driven ketimbang program driven seperti dimasa lalu. Dengan demikian corak koperasi pertanian akan terbuka tetapi untuk menjamin kelangsungan hidupnya akan terbatas pada sektor selektif yang memenuhi persyaratan tumbuhnya koperasi. Olehnya, perkembangan koperasi pertanian ke depan digambarkan sebagai “restrukturisasi” koperasi yang ada dengan fokus pada basis penguatan ekonomi untuk mendukung pelayanan pertanian skala kecil.
Oleh karena itu konsentrasi ciri umum koperasi pertanian di masa depan adalah koperasi kredit pedesaan, yang menekankan pada kegiatan jasa keuangan dan simpan pinjam sebagai ciri umum. Pada saat ini saja hampir di semua KUD, unit simpan pinjam telah menjadi motor untuk menjaga kelangsungan hidup koperasi. Sementara kegiatan pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil menjadi sangat selektif. Hal ini terkait dengan struktur pertanian dan pasar produk pertanian yang semakin kompetitif, termasuk jasa pendukung pertanian (jasa penggilingan dan pelayanan lainnya) yang membatasi insentif berkoperasi.
 Di sektor lain, misalnya keuangan, kegiatan koperasi kredit di Indonesia, baik secara teoritis maupun empiris, terbukti selama ini mempunyai kemampuan untuk membangun segmentasi pasar yang kuat sebagai akibat struktur pasar keuangan di dalam negeri yang sangat tidak sempurna, terutama jika menyangkut masalah informasi.
 Bagi koperasi kredit Indonesia, keterbukaan perdagangan dan aliran modal yang keluar masuk akan merupakan kehadiran pesaing baru terhadap pasar keuangan, namun tetap tidak dapat menjangkau para anggota koperasi. Apabila koperasi kredit mempunyai jaringan yang luas dan menutup usahanya hanya untuk pelayanan anggota saja, maka segmentasi ini akan sulit untuk ditembus pesaing baru.
Bagi koperasi-koperasi kredit di Indonesia, adanya globalisasi ekonomi dunia akan merupakan peluang untuk mengadakan kerjasama dengan koperasi kredit di negara-negara lain, khususnya Negara Maju, dalam membangun sistem perkreditan melalui koperasi. Menurut Soetrisno (2003a,b), koperasi kredit atau simpan pinjam di masa mendatang akan menjadi pilar kekuatan sekitar koperasi yang perlu diikuti oleh dukungan lainnya seperti sistem pengawasan dan jaminan.  
 Ada tiga hambatan eksternal utama yang dapat mempengaruhi perkembangan koperasi , yakni sebagai berikut :
  1. Keterlibatan pemerintah yang berlebihan (yang sering kali karena desakan pihak donor).
  2. Terlalu banyak yang diharapkan dari koperasi atau terlalu banyak fungsi yang dibebankan kepada koperasi melebihi fungsi atau tujuan koperasi sebenarnya.
  3. Kondisi yang tidak kondusif, seperti distorsi pasar, kebijakan ekonomi seperti misalnya kebijakan proteksi yang anti-pertanian, dan sebagainya.
 Sedangkan, hambatan internal adalah :
  1. termasuk keterbatasan anggota atau partisipasi anggota
  2. isu-isu struktural
  3. perbedaan antara kepentingan individu dan kolektif
  4. lemahnya manajemen.

4.       Kesimpulan
Kelangkahan adalah dasar dari berlakunya ilmu ekonomi dengan sejumlah asumsi, dan yang terpenting adalah bahwa manusia bertindak/bersikap rasional yang sesuai dengan prinsip ekonomi: menggunakan sumber daya yang terbatas untuk menghasilkan output yang maksimum.
 Prinsip ini memberikan arahan bagi individu atau masyarakat yang rasional tentang cara memilih alternatif terbaik untuk mencapai tujuan tersebut, yakni mendapatkan output maksimum, dan dari sekian banyak alternatif, salah satunya adalah membentuk koperasi.
Walaupun tidak disebutkan secara eksplisit di dalam teori, namun demikian, pengalaman dari Negara Maju , koperasi bisa hidup, bahkan berkembang pesat di dalam sistem-sistem ekonomi liberal dan sosialis, maupun ekonomi berdasarkan arus Keynesian, termasuk Koperasi yang berada di Indonesia.
 Kegiatan koperasi sesuai ilmu ekonomi dengan dua alasan utama:
(i)   mengingat tujuan utama seseorang menjadi anggota koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraannya, maka motif ekonomi lebih menonjol daripada motif non-ekonomi. Oleh karena itu, dengan sendirinya motif utama mendirikan koperasi adalah ekonomi;
(ii)   dasar pemikiran ilmu ekonomi berusaha dengan biaya seminimal mungkin menghasilkan profit sebanyak mungkin. Maka berdasarkan pemikiran ini, koperasi adalah salah satu alternatif berusaha atau salah satu bentuk perusahaan yang harus bersaing dengan bentuk-bentuk perusahaan atau alternatif-alternatif berusaha lainnya. Dan untuk bisa unggul dalam persaingan, koperasi itu harus lebih efisien daripada alternatif-alternatif lainnya.
Ada dua hal yang sangat mempengaruhi kemampuan sebuah koperasi untuk bisa bertahan atau unggul dalam persaingan (terutama jangka panjang) di pasar, yakni:
  1. Kemampuan menetapkan harga dan struktur pasar.
  2. Koperasi (atau perusahaan) akan mendapatkan kesempatan yang berbeda untuk survive karena masing-masing berbeda dalam kemampuan menetapkan harga dan struktur pasar yang dihadapi. Namun demikian, ada satu hal yang jelas yakni bahwa dalam bentuk pasar apapun juga, terkecuali monopoli (misalnya persaingan sempurna atau persaingan monopolistik), kemampuan koperasi maupun perusahaan non-koperasi untuk bisa unggul dalam persaingan dalam periode jangka panjang ditentukan oleh kualitas dan efisiensi.
Koperasi di Indonesia akan menghadapi tantangan bahkan ancama serius dari globalisasi. Terutama mengingat bahwa kemampuan koperasi menghadapi ancaman dan juga kesempatan yang muncul dari globalisasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan akan dua hal tersebut dari sektor bersangkutan. Artinya, jika sektor pertanian Indonesia belakangan ini semakin terkalahkan oleh komoditas-komoditas pertanian impor, sulit mengharapkan koperasi pertanian Indonesia akan survive.
 Berdasarkan data dan literatur yang ada hingga saat ini, tidak ada bukti bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita atau semakin modern suatu masyarakat, semakin tidak penting koperasi di dalam ekonomi. Sebaliknya, terbukti bahwa sejak munculnya ide tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju seperti di Uni Eropa dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing dengan korporat-korporat kapitalis.
 Salah satu perbedaan penting yang membuat koperasi di Negara Sedang Berkembang  pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya tidak berkembang sebaik di Negara Maju adalah bahwa di Negara Maju  koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Sedangkan, di Negara Sedang Berkembang koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Dalam kata lain, bobot politik atau intervensi pemerintah di dalam perkembangan koperasi di Negara Sedang Berkembang seperti di Indonesia terlalu kuat. Sementara di Negara Maju tidak ada sedikitpun pengaruh politik sebagai ”pesan sponsor”. Kegiatan koperasi di Negara Maju murni kegiatan ekonomi. Penyebab lainnya, koperasi di Negara Maju sudah menjadi bagian dari sistem perekonomiannya, sedangkan di Indonesia koperasi masih merupakan bagian dari sistem sosial politik. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan umum bahwa koperasi di Indonesia penting demi kesejahteraan masyarakat dan keadilan, bukan seperti di Negara Maju bahwa koperasi penting untuk persaingan.
  
5.       Daftar Pustaka dan Referensi
 -       Mubyarto ; Membangun Sistem Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2000
-       Noer Soetrisno : Rekonstruksi Pemahaman Koperasi, Merajut Kekuatan Ekonomi Rakyat, Instrans, Jakarta 2001
-       Sumarsono, Sonny. 2003. Manajemen Koperasi. Yogyakarta: Graha ilmu
-       Rusidi, Prof. Dr. Ir. MS dan Maman Suratman, Drs. MSi : Bunga Rampai 20 Pokok Pemikiran Tentang Koperasi, Institut Manajemen Koperasi Indonesia, Bandung, 2002
-       http://www.smecda.com/kajian/files/hslkajian/sejarah_perkemb_kop.pdf, Badan Penelitian Pengembangan Koperasi, Departemen Koperasi, Jakarta 1990
-       http://www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-98-2927-16062008.pdf, Pusat Studi dan UKM Universitas Trisakti, 2008