Rabu, 17 Oktober 2012



tugas sofkill : prilaku konsumen
 
DAMPAK KENAIKAN TARIF KERETA API (PJKA)

Khawatir Ada Konflik, Komnas HAM Minta Kenaikan Tarif KRL Ditunda  


Minggu, 30 September 2012 | 15:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengkhawatirkan akan terjadi konflik jika kenaikan tarif commuter line tetap dipaksakan berlaku mulai Senin, 1 Oktober 2012. Rencananya, operator PT KAI Commuter Jabodetabek akan menaikkan tarif di semua rute sebesar Rp 2.000.
"Jika penolakan terlalu kuat, berpotensi terjadi konflik," kata Komisioner Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue ketika dihubungi Tempo, Ahad, 30 September 2012. Karena itu, Komnas HAM akan memonitor perkembangan di lapangan ihwal dampak kenaikan ini bagi penumpang kereta api.

Syafrudin menegaskan, PT KCJ tidak menghadiri mediasi yang dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam pertemuan sebelumnya, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan sudah mengusulkan agar kenaikan tarif ini ditunda hingga awal Januari. Dalam rentang waktu tersebut, para pihak berdiskusi untuk memformulasikan berapa kenaikan tarif yang sebaiknya diberlakukan.

Namun, kata Syafrudin, PT KCJ sengaja tidak hadir dalam pertemuan tersebut karena tidak ingin terikat dengan kesepakatan. Karena itulah, PT KCJ dinilai memaksakan pemberlakuan kenaikan tarif kepada pengguna. "Mereka sengaja menghindar dari pertemuan," ujarnya.

Syafrudin menegaskan, kenaikan tarif sebesar Rp 2.000 akan berdampak besar bagi pengguna KRL, khususnya dari kalangan kelas menengah ke bawah. Kenaikan ini juga menjadi tidak adil karena berlaku di semua rute. Padahal, ada sejumlah penumpang yang tidak menempuh jarak terjauh dalam satu perjalanan kereta api. "Masak harus disamaratakan," ujarnya.
Komnas HAM menyatakan mereka tidak akan mengintervensi kenaikan yang dilakukan oleh operator. Namun, dia meminta kenaikan ini tidak menimbulkan persoalan di tingkat konsumen. Karena itulah, dia menegaskan, penundaan adalah solusi paling efektif untuk menyelesaikan polemik ini. Menurut dia, semua pihak selayaknya duduk bersama agar tidak ada yang merasa dirugikan dalam persoalan ini. "Kami siap memfasilitasi kembali," ujarnya.
JAKARTA (Pos Kota) –Pihak Kereta Api Indonesia jangan kebelet dan hendaknya memikirkan dampak kenaikan tarif KA commuter line yang akan diberlakukan mulai hari ini (Senin, 1 Oktober). Masyarakat dan komunitas pengguna kereta api pun mulai bersuara menolaknya.
Bahkan Komnas HAM pun ikut angkat bicara dan minta agar rencana tersebut ditunda atau dibatalkan saja daripada memicu konflik.
“Sebaiknya ditunda karena rakyat bawah yang jelas-jelas menjadikan angkutan massal itu sebagai andalannya menolak. Sehingga jika dipaksakan berpotensi memicu konflik yang pelik di lapangan,” kata Komisioner Komnas HAM, Syafruddin Ngulma Simeulue, kemarin.
Rencananya, operator PT KAI Commuter Jabodetabek (PT KCJ) akan menaikkan tarif di semua rute sebesar Rp2000 mulai Senin 1 Oktober.  Dirjen Kereta Api Kemenhub, Tunjung Inderawan, sudah minta agar kenaikan sebesar Rp2000 itu ditunda. Setidaknya kebijakan itu baru dilakukan pada awal Januari 2013 mendatang.
“Harus didiskusikan dulu dengan berbagai pihak untuk menentukan formulasi kenaikan dan menyosilisasikan kepada masyarakat agar bisa diterima,” kata Syarifudin.
MEDIASI TAK MAU HADIR
Lebih lanjut dikatakan, untuk membahas masalah ini sudah pernah diadakan mediasi dengan berbagai pihak sesuai keinginan Dirjen Kereta Api. Tapi pihak PT KCJ selaku operator commuter line tidak pernah mau hadir untuk mediasi yang dilakukan oleh Komnas HAM.
“Kami melihat tidak aDa niat baik PT KCJ  dan ingin memaksakan pemberlakuan kenaikan tarif kepada pengguna. Karena itu mereka sengaja menghindar dari pertemuan mediasai yang diprakarsai Komnas HAM,” ujarnya.
Kenaikan tarif  Rp2000, menurut Syarifudin,  berdampak besar bagi pengguna KRL khususnya dari kalangan kelas menengah ke bawah dan dirasakan tidak adil karena berlaku di semua rute.   Padahal, tidak sedikit penumpang yang hanya menempuh jarak pendek dalam satu perjalanan kereta api. “Tidak adil, apalagi kondisi masyarakat saat ini masih jauh dari harapan dan pelayanan kereta api semakin memburuk.” ujarnya lagi.
HUBUNGANNYA DENGAN DUNIA NYATA
 * MASYARAKAT MENOLAK
Ketua Gerakan Rakyat Bogor Bersatu (GR2B), Harry Ara, Minggu (30/9), mengatakan kenaikan tarif berpotensi memicu reaksi dari pengguna jasa kereta. Saat ini rencana kenaikan harga tiket Commuter Line sudah menimbulkan keresahan pengguna jasa kereta.
Ia berharap, sebelum ada gejolak maka PT KJC sebaiknya membatalkan rencana tersebut.
“Sebelumnya kita sudah lakukan aksi damai tentang kenaikan ini,” ujarnya.
Masyarakat Pencinta Kereta Api (Maska) Parung Panjang juga mendesak PT KAI membatalkan rencana kenaikan tarif Commuter Line tersebut. “Di Parung Panjang, bakal ada gejolak dari para pengguna kereta untuk menentang kebijakan itu. Masalahnya, tarif saat ini, sudah terbilang mahal, apalagi kalau dinaikkan,” ujar Muhtadin, anggota Maska.
Saat ini, harga tiket Commuter Lline Parungpajang-Serpong-Tanah Abang Rp6 ribu, jika dinaikan Rp2000 maka masyarakat harus membayar Rp8 ribu. “Mestinya harga tiket diturunkan lewat bantuan subsidi pemerintah,” katanya. “Kita ini khan punya peran besar dalam mengatasi kemacetan jalan di Ibukota dan kota penyangganya, yang didominasi kendaraan pribadi.”
 * POLISI SIAP
Aparat kepolisian sendiri mulai bersiap-siap mengantisipasi kemungkinan terjadinya aksi unjuk rasa. Di antaranya polisi akan bersiaga di Stasiun KA Bogor dan lainnya.
“Pengaman di Stasiun Bogor akan kita perketat sejak pk.06:00. Kita akan tempatkan personil mengantisipasi gejolak dari pengguna jasa kereta terkait dengan kenaikan tarif Commuter Line,” ungkap Kapolres Bogor Kota AKBP Hilman, Minggu.
Menurutnya, polisi akan disebar lengkap dengan  peralatannya. Selain berpakaian dinas, ada juga patugas yang akan disebar dengan berpakaian sipil. “Pengamanan ini atas permintaan pihaknya PT KJC.”
Pengamanan ini menjadi perhatian khusus pihaknya mengingat  stasiun merupakan tempat pelayanan publik. “Pastinya kita siapkan untuk mencegah timbulnya masalah yang tidak kita inginkan,” tambhanya.
Pengamanan serupa akan ditingkat di Stasiun Cilebut dan Parung Panjang. Menurut Kapolres Bogor, Hari Santoso,  pihaknya sudah menggelar rapat dengan PT KJC mengantisipasi penolakan kenaikan tarif Commuter Line. “Sejak pk.06:00, di dua stasiun ini masing-masing akan dijaga 15 personil dari  Polsek Sukaraja  untuk Stasiun Cilebut dan 15 personi lagi dari Polsek Parung Panjang.” (dwi/iwan/us/o)
 *PENDAPAT MASYAKAT
Hari ini, Senin (1/10/2012), menjadi hari kelabu bagi Tofani, mahasiswa Binus. Pasalnya, pengguna setia kereta api listrik (KRL) itu harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli tiket kereta comumterline Jabodetabek (KCJ). Sebab, terhitung mulai Senin (1/10/2012) ini, tarif KRL AC dinaikkan hingga Rp 2000 per satu tujuan. Untuk tujuan Tanah Abang-Serpong dari Rp 6.000 menjadi Rp 8.000. Tarif ini juga berlaku untuk tujuan Tanah Abang-Bogor dari Rp 7.000 menjadi Rp 9.000.
 "Bagi saya ini tidak masuk akal. Saya mahasiswa harus membayar mahal untuk KRL yang tidak nyaman sama sekali," katanya, ketika ditemui di Stasiun Sudimara, Jakarta.  
Dia mengatakan, butuh tambahan pengeluaran ongkos transportasi jika harus menambah Rp 2.000. "Saya dari stasiun harus naik angkot lagi. Jadi minimal Rp 10.000 saya bayar sekali jalan," kata warga Pamulang 2 ini. Hal senada ditegaskan Rian. Pekerja kantoran di bilangan Sudirman ini mengaku, kenaikan tarif KRL Commuterline tidak sejalan dengan pelayanannya. "AC kereta sering mati. Belum lagi kalau berangkat kerja atau pulang selalu numpuk di kereta," katanya.
Oleh karena itu, kedua KRL mania itu meminta rencana kenaikan tarif KRL AC itu dibatalkan. Senada dengan Tofani dan Rian, kenaikan tarif ini juga ditentang oleh sebagian besar komunitas KRL Mania. Seperti ditegaskan oleh moderator KRL Mania, sejumlah pihak juga cenderung tidak sepakat dengan kenaikan tarif KRL.
"Mulai Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, anggota Komisi V DPR RI, Gubernur Jawa Barat, Komas HAM dan banyak lagi yang cenderung tidak sepakat dengan kenaikan tarif KRL," kata Nurcahyo seperti ditulis dalam rilis yang diterima Gatranews hari ini. Selain itu, YLKI, Masyarakat Transportasi Indonesia, Asosiasi Penumpang Kereta, termasuk kalangan akademisi seperti BEM UI dan sejumlah lembaga lain juga tidak setuju kenaikan tarif KRL.
Karena itu, menurut Nurcahyo, dukungan dari pengguna KRL untuk menolak kenaikan tarif tanpa kejelasan jaminan peningkatan keselamatan dan kenyamanan pelayanan juga telah terlihat. Survei yang digunakan PT KAI dengan melibatkan satu lembaga yang dipilihnya, LM FEUI, juga dianggap tidak menggambarkan aspirasi penumpang.
Nurcahyo menjelaskan dampak dari kenaikkan tarif ini, para pengguna KRL non subsidi akan kembali memenuhi KRL ekonomi. Perpindahan penumpang tersebut disebabkan penumpang merasa dirugikan, terutama yang jaraknya dekat. “Sekarang dari Serpong saja, banyak yang beralih dari commuter line ke kereta ekonomi, jadi siap-siap saja KRL menjadi tambah tidak manusiawi,’ jelasnya.
Pada kenyatannya, KRL ekonomi mulai dihilangkan pelan-pelan, sehingga mau tidak mau para penumpang harus naik commuter line. “Secara sistematis kita pikir tidak adil, kalau mau melakukan penyelesaian step by step harus diselesaikan terlebih dahulu masalah e-ticketing, dimana dari tahun 2009 belum selesai,” ungkapnya.
Nurcahyo mernambahkan dari pihaknya akan melakukan aksi demonstrasi apabila tuntutan para penumpang tidak diakomodir. “Kita lihat sebulan dua bulan janji-janji mereka bener nggak omongannya, selain itu kita menuntut standar pelayanan minimum, seperti AC nya nyala, keterlambatan jangan parah, masalah keamanan dan gangguan segala macam penumpang ada kompensasinya,” tutupnya.
Agar tidak terjadi keributan, KRL Mania pun mendesak Menteri Perhubungan, EE Mangindaan,  Dirjen Perkeretaapian, Tundjung Inderawan, Menteri BUMN, Dahlan Iskan, Direktur PT. KAI, Ignasius Jonan, dan Ketua Komisi V - DPR RI, Yasti Soepredjo Mokoagow, untuk  segera turun tangan dan melakukan tindakan nyata untuk menyelesaikan kemelut kenaikan tarif KRL ini.
Semua itu dilakukan untuk membuat KRL Jabotabek menjadi transportasi umum yang terjangkau dan layak dalam keselamatan dan kenyamanan perjalanan. Masyarakat pengguna KRL Jabotabek sama pentingnya dengan pengguna jalan yang disubsidi melalui harga BBM oleh Pemerintah.
"Subsidi itu lebih bermanfaat untuk peningkatan pelayanan KRL sehingga bisa menekan atau mengurangi penggunaan kendaraan bermotor di jalan raya," katanya.
Sementara itu, pihak operator KRL beralasan kenaikan tarif diperlukan untuk meningkatkan sarana dan prasarana transportasi kereta api yang ada saat ini. "Selain itu, PT KAI (persero) meningkatkan tarif kereta api untuk perbaikan infrastruktur dan meningkatkan volume angkutan," kata Direktur Operasi PT KCJ Apriyono.
Toh sejak awal, rencana menaikkan tarif KRL itu tidak disepakati pihak-pihak terkait. Anggota Komisi V DPR, Arwani Thomafi, menilai rencana menaikkan tarif kereta listrik (KRL) AC atau Commuter Line sangat memberatkan masyarakat. Apalagi jika PT. KCJ (KAI Commuter Jabodetabek) menaikkan tarif dengan alasan untuk menutup biaya investasi penambahan kereta. "Hemat saya,seharusnya investasi penambahan sarana tidak dibebankan langsung kepada masyarakat," tegas Arwani, Kamis (27/9/2012).
Menurut politisi PPP ini kenaikan tarif commuter line perlu ditunda untuk menghindari hal-hal yang kontra produktif. "Diperlukan kearifan dari semua stakeholders dan sejalan dengan tujuan tersedianya angkutan massal yang nyaman dan terjangkau masyarakat," kata Arwani.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pun mengkhawatirkan terjadinya konflik jika kenaikan tarif commuter line tetap dipaksakan. "Jika penolakan terlalu kuat, berpotensi terjadi konflik," kata Komisioner Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue, Ahad (30/9/2012). Karena itu, Komnas HAM akan memonitor perkembangan di lapangan ihwal dampak kenaikan ini bagi penumpang kereta api.
Syafrudin menegaskan, PT KCJ tidak menghadiri mediasi yang dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam pertemuan sebelumnya, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan sudah mengusulkan agar kenaikan tarif ini ditunda hingga awal Januari. Dalam rentang waktu tersebut, para pihak berdiskusi untuk memformulasikan berapa kenaikan tarif yang sebaiknya diberlakukan.
Namun, kata Syafrudin, PT KCJ sengaja tidak hadir dalam pertemuan tersebut karena tidak ingin terikat dengan kesepakatan. Karena itulah, PT KCJ dinilai memaksakan pemberlakuan kenaikan tarif kepada pengguna. "Mereka sengaja menghindar dari pertemuan," ujarnya.
Menurut Syafrudin, kenaikan tarif akan berdampak besar bagi pengguna KRL, khususnya dari kalangan kelas menengah ke bawah. Kenaikan ini juga menjadi tidak adil karena berlaku di semua rute. Padahal, ada sejumlah penumpang yang tidak menempuh jarak terjauh dalam satu perjalanan kereta api. "Masak harus disamaratakan," ujarnya.
Komnas HAM menegaskan, mereka tidak akan mengintervensi kenaikan yang dilakukan oleh operator. Namun, Syafrudin meminta kenaikan ini tidak menimbulkan persoalan di tingkat konsumen. Karena itulah, dia menegaskan, penundaan adalah solusi paling efektif untuk menyelesaikan polemik ini. Menurut dia, semua pihak selayaknya duduk bersama agar tidak ada yang merasa dirugikan dalam persoalan ini. "Kami siap memfasilitasi kembali," ujarnya. (HP)
*Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang penulis paparkan dari sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan bahwa:

1. Perkembangan harga tiket pada PT. Kereta Api (Persero) setiap tahunnya mengalami kenaikan namun pada tahun 2006 harga tiket mengalami penurunan hal tersebut karena PT. Kereta Api (Persero) tidak bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain yang bergerak dalam bidang transportasi. Setelah dibukanya Tol Cipularang banyak perusahaan tranportasi menetapkan harga yang sama bahkan dibawah harga tiket Kereta Api.
2. Hasil penjualan PT. Kereta Api (Persero) setiap tahunnya mengalami kenaikan sedangkan pada tahun 2005 mengalami penurunan, hal ini disebabkan di bukanya tol Cipularang sehingga banyaknya konsumen yang beralih menggunakan jasa transportasi lain seperti Travel, Bus dan sebagaian konsumen bahkan menggunakan mobil pribadinya apabila manuju ke kota Bandung. Namun pada tahun 2006 Hasil penjualan PT. Kereta Api (Persero) mengalami kenaikan setelah PT. Kereta Api (Persero) melakukan penurunan harga tiket dan hal tersebut membawa dampak positif yaitu menaikan hasil penjualan yang tadinya pada 2005 hasil penjualan adalah Rp.15.000.000.000 naik menjadi Rp.17.000.000.000.
3. Dari hasil analisis yang penulis lakukan, bahwa harga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil penjualan dimana besarnya pengaruh harga tiket terhadap hasil penjualan adalah sebesar 21,81 % dan sisanya sebesar 78,19 % dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya, kualitas pelayanan, tingkat keamanan kereta api (seringnya terjadi rel anjlok yang bisa menyebabkan kecelakaan), dibukanya tol Cipularang yang menyebabkan jarak tempuh Jakarta – Bandung semakin singkat, banyaknya Travel yang beroperasi dan kecurangan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab misalnya, menggunakan jasa Kereta Api tanpa membeli karcis, kalaupun membayar uang tersebut belum tentu masuk kedalam perusahaan.

*Saran

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan beberapa saran, yang mudah-mudahan dapat dijadikan masukan bagi perusahaan untuk langkah perbaikan selanjutnya.
Adapun saran-saran yang dimaksudkan dalah sebagai berikut:

1. Dalam menetapkan harga tiket PT. Kereta Api (Persero) harus berhati-hati karena harga memiliki pengaruh yang penting di benak konsumen, selain itu PT. Kereta Api (Persero) harus memperhatikan penetapan harga yang dilakukan oleh para pesaing. Diharapkan harga tiket Kereta Api lebih murah 73 dibandingkan travel atau bus, hal ini dilakukan untuk meningkatkan hasil penjualan tiket .

2. PT. Kereta Api (Persero) diharapkan memperhatikan beberapa hal dalam menetapakan harga tiket misalnya, memperhatikan para pesaing, meningkatkan kualitas pelayanan seperti mengutamakan kebersihan gerbong, memberikan pelayanan yang prima kepada konsumen, menyajikan makanan yang sesuai dengan selera konsumen, dan mengutamakan factor keselamatan seperti pengecekan rutin rel agar Kereta Api tidak anjlok dan menghindari tabrakan. Karena penetapan harga tiket memiliki peranan penting dalam kelangsungana hidup perusahaan, dengan penetapan harga tiket yang terjangkau maka akan menarik minat masyarakat untuk menggunakan jasa angkutan kereta api, sehingga akan lebih meningkatkan hasil penjualan.

 *DAFTAR PUSTAKA

http://www.tempo.co/read/news/2012/09/30/083432825/Khawatir-Ada-Konflik-Komnas-HAM-Minta-Kenaikan-Tarif-KRL-Ditunda

http://www.poskotanews.com/2012/10/01/batalkan-kenaikan-tarif-ka-commuter-line




Senin, 08 Oktober 2012



Tulus T.H. Tambunan dan Ida Busnety

ANALISA MEMPERKUAT EKONOMI RAKYAT LEWAT TEKNOLOGI

Sebuah perusahaan, baik itu UMB maupun UMK, harus meningkatkan kapasitasnya untuk meningkatkan, atau paling tidak mempertahankan tingkat daya saingnya, agar terjamin kelangsungan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Elemen kunci dari pengembangan kapasitas adalah akumulasi pengetahuan atau pengembangan teknologi. Jadi, dalam hal ini adalah kemampuan suatu perusahaan memperbanyak pengetahuan atau mengembangkan teknologinya.

Pengembangan teknologi di UMK bisa terjadi secara internal di dalam perusahaan atau bisa difasilitaskan lewat akses ke sumber-sumber luar. Jika teknologi berasal dari luar perusahaan, maka disebut alih teknologi. Banyak definisi dan konsep yang diberikan terhadap alih teknologi. Misalnya, Fransman (1986:7) mendefinisikan alih teknologi internasional sebagai suatu process whereby knowledge relating to the transformation of inputs into outputs is acquired by entities within a country (for example, firms, research institutes, etc.) from sources outside that country. Jadi peralihan teknologi dari satu negara ke negara lain yang dibutuhkan untuk memproses input menjadi output. Sedangkan, Thee (1988:183) memberikan beberapa konsep mengenai alih teknologi. Pertama, penggunaan teknologi yang dialihkan secara efektif dalam lingkungan yang baru. Konsep ini tidak memperhatikan asal usul masukan-masukan produksi yang dipergunakan dalam proses produksi, asal proses ini berjalan dengan lancar. Kedua, teknologi dianggap telah dialihkan dengan baik jika angkatan kerja setempat mampu menangani teknologi yang diimpor secara efisien. Misalnya, menurut konsep ini alih teknologi berjalan dengan baik jika pekerja di pabrik bersangkutan telah memperoleh keterampilan yang memadai untuk menjalankan dengan baik mesin yang diimpor, memeliharanya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, dan mampu memperbaiki kerusakan mesin. Konsep ini juga meliputi kemampuan para manajer lokal untuk menyusun jadwal proses produksi, rencana pemasaran, dan sebagainya. Ketiga, alih teknologi telah terjadi dengan baik jika teknologi yang diimpor mulai tersebar ke perusahaan lokal lainnya. Keempat, alih teknologi dianggap telah berlangsung dengan baik jika teknologi yang diimpor telah dipahami dan dikuasai sepenuhnya oleh staf teknis dan para pekerja lokal, dan jika teknologi impor ini mulai diubah dan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan khas dari keadaan lokal.


Hingga saat ini, litaratur mengenai peralihan teknologi sudah sangat banyak, namun fokusnya lebih pada peralihan antar negara, terutama dari NM ke NSB, dan tidak terlalu banyak studi yang khusus UMK dan UM. Menurut Dahlman, dkk (1985), Soesastro (1998), UNCTC, (1987), Tambunan (2006), ada banyak cara mentransfer teknologi antar negara, dan jalur yang umum digunakan dalam alih teknologi adalah sebagai berikut: (1) penanaman modal asing (PMA) atau perusahaan asing, baik dalam bentuk afiliasi yang sepenuhnya milik asing maupun dalam bentuk sebuah patungan (JV) dengan perusahaan lokal. Pentingnya PMA sebagai salah satu sumber teknologi bagi NSB sering terjadi melalui sistem subcontracting dengan perusahaan-perusahaan lokal yang membuat input, komponen, suku cadang atau barang setengah jadi; (2) persetujuan lisensi teknologi/teknis dari sebuah perusahaan asing (tidak harus selalu PMA) sebagai pemilik kepada sebuah perusahaan lokal di bawah suatu pengawasan yang ketat dari pemilik ; (3) turnkey projects/plants: teknisi lokal terlibat, penuh atau hanya pada bagian tertentu dari pembuatan suatu produk asing; (4) perdagangan, atau lebih spesifik lagi, impor barang-barang modal atau antara yang dapat digunakan oleh perusahaan-perusahaan lokal sebagai suatu model untuk merekayasa ulang. Selain itu, ekspor juga merupakan sumber alih teknologi. Karena agar ekspor tetap laku maka kualitas dari barang ekspor harus terus diperbaiki sesuai dengan permintaan pasar atau syarat-syarat dari pembeli, dan untuk memenuhi syarat-syarat tersebut terjadi arus informasi mengenai teknologi dari pembeli ke penjual; (5) pelatihan dan pendidikan, di mana mahasiswa atau pekerja dari NSB belajar atau mengikuti program-program pelatihan atau kuliah di NM; (6) bantuan teknis dan konsultansi yang diberikan oleh tenaga-tenaga ahli atau perusahaan-perusahaan dari NM kepada perusahaan-perusahaan di NSB; (7) arus informasi publik mengenai kemajuan teknologi lewat antara lain penjelasan-penjelasan paten, program-program televisi, majalah-majalah dan jurnal-jurnal teknologi dan ilmu pengetahuan internasional; (8) kunjungan pekerja dan teknisi dari NSB ke pabrik di NM; dan (9) membuat alat/mesin asli, perusahaan lokal di NSB membuat produk tertentu sesuai klasifikasi spesifik yang ditetapkan oleh perusahaan di NM.


Telah disebut di atas bahwa PMA termasuk salah satu sumber penting teknologi bagi perusahaan-perusahaan di NSB. Dari sisi sektor swasta di dalam negeri, selain PMA, UMB nasional juga berperan sebagai salah satu sumber teknologi bagi UMK, umumnya lewat keterkaitan produksi subcontracting. Selain itu ada cara tidak langsung dalam peralihan teknologi dari PMA atau dari UMB yakni lewat mobilisasi tenaga kerja yang pindah dari PMA atau UMB ke UMK. Pekerja-pekerja yang telah sekian lama bekerja di PMA atau UMB telah mendapatkan banyak pengetahuan dan ini bisa menjadi sumber inovasi di UMK.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dari literatur yang ada mengenai transfer teknologi, khususnya lewat subcontracting, kasus-kasus mengenai UMK tidak terlalu banyak. Di NSB di Asia, bukti-bukti adanya keterkaitan produksi dalam sistem subcontracting yang intensif antara UMK dan UMB atau PMA hanya terdapat di negara yang tingkat industrialisasinya sudah maju seperti Korea Selatan, Taiwan dan Singapura, dan juga Thailand dan Malaysia. Di Singapura, misalnya, subcontracting antara perusahaan-perusahaan PMA dan UMK lokal sangat kuat, dan sangat berdampak positif terhadap perkembangan sektor industri manufakturnya, khususnya di kelompok-kelompok industri elektronik dan komputer (Hew 2004) Demikian juga di Malaysia di industri elektroniknya, keterkaitan produksi antar perusahaan, khususnya antara PMA dan pemasok-pemasok lokal berkembang pesat, yang antara lain disebabkan oleh persaingan yang sangat ketat dan perubahan teknologi yang memaksa UB atau UM mensubkontrakkan bagian-bagian tertentu ke UMK (Kanapathy 2004).

Sayangnya, dari literatur yang ada tersebut, peran perguruan tinggi, lembaga R&D dan departemen-departemen pemerintah sebagai sumber-sumber pengembangan teknologi di UMK di negara berkembang masih relatif sedikit. Padahal perguruan tinggi tinggi bisa sangat penting peranya dalam mendukung upaya pengembangan teknologi atau kegiatan inovasi di UMK lewat misalnya program-program pelatihan, pembinaan atau pendampingan seperti yang banyak dilakukan oleh dosen-dosen dalam rangka memenuhi kewajiban mereka dalam pengabdian masyarakat. Lembaga R&D juga bisa memberikan suatu kontribusi penting, misalnya dalam bentuk kerjasama penelitian/pengembangan suatu metode produksi atau produk.

Kesimpulan dari studi mengenai peralihan teknologi ke UMK adalah sebagai berikut. Pertama, peran UMB (termasuk PMA) lebih besar daripada peran perguruan tinggi, lembaga R&D atau departemen pemerintah. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh desakan pasar, yang memaksa UMB mencari pemasok-pemasok untuk komponen tertentu demi efisiensi. Contohnya, pembuatan suatu produk seperti komputer, mobil, pesawat, dll. sudah tidak lagi hanya oleh satu perusahaan melainkan melibatkan banyak perusahaan, bahkan lintas negara. Sedangkan perguruan tinggi atau lembaga penelitian yang biasanya mempunyai anggaran tetap setiap tahun tidak terdorong untuk membantu UMK jika tidak diharuskan oleh pemerintah. Kedua, kegiatan subcontracting di NSB, yang intensif antara UMK dan UMB hanya ada di sejumlah kecil negara. Karena UMK tidak/belum mampu berfungsi sebagai subkontraktor yang efisien dan berdaya saing tinggi yang mampu memenuhi persyaratan dari UMB. Penyebab utamanya adalah keterbatasan UMK terhadap modal dan penguasaan teknologi dasar yang membuat biaya besar bagi UMB jika UMK tersebut dipaksakan menjadi subkontraktor-subkontraktornya.

Peralihan Teknologi ke UMK di Indonesia
Peran Usaha Menengah dan Besar (termasuk PMA)

Di Indonesia, walaupun ada upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah sejak zaman Orde Baru untuk mengembangkan kerjasama antara UMK dengan UMB (termasuk PMA), terutama dalam sistem subcontracting, akan tetapi kenyataannya sistem keterkaitan produksi ini masih relatif lemah. Selama era Orba, pemerintah menerapkan suatu sistem proteksi dan peraturan-peraturan mengenai kandungan lokal (“deletion program”) di sejumlah kelompok industri, termasuk mesin, elektronik dan otomotif, sebagai bagian dari kebijaksanaan substitusi impor (SI). Rasional kebijaksanaan kandungan lokal tersebut adalah untuk mengembangkan industri sendiri diperlukan suatu kepastian pasar di dalam negeri, yang selanjutnya berarti bisa meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi dari industri nasional (TAF, 2000). Selain itu, kebijaksanaan kandungan lokal itu diharapkan bisa menciptakan suatu pola pembangunan industri yang mengikuti model piramid industri dari Jepang, di mana semua lapisan saling tersambung dan saling mendukung. UMK pada tingkat dasarnya mendukung UM, dan UM mendukung UB pada ujung atas dari piramid tersebut. UMB di industri yang dilindungi dari impor juga dituntun oleh berbagai macam peraturan dan fasilitas untuk memakai bahan baku, komponen, dan input lainnya yang diproduksi di dalam negeri, terutama dari UMK. Keterlibatan UMK sebagai subcontracting di dalam produksi dalam negeri dipercayai sebagai suatu cara yang efektif.

Namun kebijaksanaan industri tersebut ternyata tidak menghasilkan struktur piramid a’la Jepang. Sebaliknya, kebijaksanaan itu telah menghasilkan suatu sistem produksi terintegrasi kuat secara vertikal diantara sesama UB. The Asia Foundation (TAF, 2000) menegaskan bahwa kegagalan dalam menciptakan saling ketergantungan yang kuat antara UMK dengan UMB adalah terutama karena intervensi pemerintah terlalu besar, yang bertujuan menggantikan mekanisme pasar. Pemerintah menetapkan produk-produk atau industri-industri mana yang mendapatkan prioritas di dalam kebijaksanaan tersebut, dan memberikan insentif-insentif fiskal sesuai dengan jenis produk atau tipe industri yang mendapatkan prioritas. Penentuan prioritas tidak selalu didasarkan pada pertimbangan ekonomi, seperti kapasitas UMK untuk melakukan investasi dan penyerapan teknologi.

Menurut Thee (1990), hanya di industri otomotif yakni PT ASTRA Internasional dapat dikatakan berhasil hingga tingkat tertentu menaikkan kandungan lokal di dalam perakitan/pembuatan otomotif, sebaliknya untuk industri lainnya. PT ASTRA International mampu mengembangkan sejumlah UMK dan UM menjadi perusahaan pemasok komponen otomotif yang layak dan efisien. Sebagai hasil dari pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh PT ASTRA Internasional kepada pemasok-pemasok lokal yang berpotensi, maka dalam waktu singkat, pemasok-pemasok tersebut sudah mampu membuat beragam jenis komponen dan onderdil untuk bebagai merek mobil dan motor Jepang sesuai standar kualitas dan mensuplainya sesuai jadwal yang ditetapkan oleh PT ASTRA Internasional (Tambunan, 2010).


Thee (1990b, 1997) juga memberikan argumen yang sama bahwa keterkaitan produksi antara UMK dan UMB atau antara perusahaan lokal dengan PMA di sektor industri tidak berkembang lancar selama era Orde Baru karena distorsi pasar akibat intervensi pemerintah. kekurangan keterampilan/pendidikan dan rendahnya kemampuan teknologi dari perusahaan-perusahaan lokal, terutama UMK. SRI International (1992) juga menemukan bahwa keterkaitan produksi antara UMB dan sentra-sentra UMK sangat lemah dan hanya sebagian kecil dari sentra-sentra yang ada di Indonesia (dan semuanya terdapat di Jawa) yang mempunyai hubungan subcontracting dengan UMB. Studi-studi lainnya seperti Sato (2000), Supratikno (2001), dan JICA (2000) juga menyimpulkan hal yang sama bahwa subcontracting antara UMB dan UMK lemah, terutama karena UMK tidak bisa memenuhi standar kualitas yang diminta oleh UMB, dan hal ini jelas karena keterbatasan UMK atas teknologi dan SDM.


Selain dalam bentuk subcontracting, aliansi strategis antara UMK dan UMB juga sangat krusial sebagai salah satu sumber teknologi bagi UMK. Namun tidak mudah mendapatkan kasus-kasus keberhasilan pengembangan AS antara UMK dan UMB di Indonesia. Kasus-kasus yang ada antara lain adalah kasus kluster industri pakaian jadi di Bali, dan kasus-kasus mengenai kluster-kluster UKM lainnya yang tersebar di Jawa seperti kluster industri mebel di Jepara, kluster industri komponen mesin di Ceper, kluster industri pengerjaan logam di Tegal, kluster industri komponen-komponen tertentu dari pakaian batik di sekitar Yogyakarta dan industri mobil dan motor Astra. Di beberapa kasus ini (terkecuali Astra), arus informasi, bantuan teknis dan lainnya banyak berasal dari pembeli-pembeli asing, yang mencari produk-produk berkualitas untuk pasar ekspor dan mau memberi bantuan kepada produsen-produsen lokal di kluster-kluster tersebut agar bisa membuat produk-produk dengan kualitas yang mereka inginkan.


Dari kasus Bali tersebut yang ditelitinya, Cole (1998:256) menyimpulkan betapa pentingnya aliansi strategis antara produsen-produsen lokal dengan pembeli-pembeli mereka dari luar negeri sebagai berikut, a more effective private sector solution would be ’strategic alliances’, or the transfer of knowledge as a natural part of coperative long-term business relationships. In the context of such relationships, buyers of products and vendors of technology and capital often provide information-related assistance to less developed firms as a normal part of doing business. Such transfers are driven by long-term profit motivation and have nothing to do with welfare. To work, knowledge transfer through strategic alliances has to be entirely voluntary and must provide enough returns for the knowledge provider to cover the costs and the risks involved.

Penelitian Tambunan (2006) terhadap lebih dari 100 UMK dan UM di Indonesia juga menambah bukti empiris bahwa di dalam kelompok UMK dan UM, aliansi strategis cukup popular terutama diantara UM. Ia meneliti 124 responden, kebanyakan adalah UM, dan menemukan lebih dari 50 persen dari mereka pernah mempunyai aliansi strategis dengan perusahaan lain. Namun demikian, persentase dari mereka yang punya aliansi strategis bervariasi menurut industri. Sebagian besar dari perusahaan yang diteliti di kelompok industri makanan, minuman, dan tembakau, dan industri yang membuat produk logam seperti mesin-mesin, alat-alat produksi, dan barang modal lainnya pernah punya beberapa tipe aliansi strategis dengan perusahaan lain, sedangkan proporsi di kelompok industri lainnya sangat rendah. Kebanyakan dari perusahaan-perusahaan yang diteliti mempunyai lebih dari satu tipe aliansi strategis. Tipe aliansi strategis yang paling penting adalah kesepakatan kerja sama jangka panjang dalam pemasaran, aliansi pembeli-pemasok, dan kerjasama dalam teknologi. Dalam hal jenis bantuan yang didapat oleh perusahaan mitra aliansi strategis yang terpenting adalah teknologi, informasi pasar, dan pelatihan keahlian pekerja. Beberapa dari jenis aliansi strategis di tabel tersebut (BELUM ADA TABELNYA???) dijelaskan secara garis besar di sini. Kesepakatan pemasaran jangka panjang punya tiga sub-tipe, yakni pemasaran, distribusi, dan produksi. Diantara sub-tipe tersebut, frekuensi (dalam arti yang banyak dilakukan oleh responden) dari kesepatakan dalam pemasaran lebih tinggi daripada frekuensi dari kesepakatan-kesepakatan dalam distribusi dan produksi. Kontrak/lisensi luar bisa jangka pendek atau jangka panjang, tergantung terutama dari jenis kegiatan. Hasil survei menunjukkan bahwa dari mereka yang memiliki aliansi strategis dalam jenis ini lebih banyak yang memilih jangka pendek. Mereka menganggapnya lebih menarik terutama karena tidak membuat ketergantungan yang terlalu lama pada pihak lain. Aliansi teknologi adalah suatu kerja sama dalam melakukan R&D, baik dalam produk yang dibuat maupun proses produksinya, ternyata R&D dalam proses produksi lebih penting daripada dalam membuat produk bagi sebagian responden yang memilih jenis aliansi strategis ini..

Sedangkan, penelitian The Asia Foundation (TAF, 2000) menunjukkan bahwa sebagian besar dari respondennya yang memiliki aliansi strategis adalah dalam kerjasama pemasaran, bukan aliansi teknologi (yakni pengembangan atau difusi teknologi). Penelitiannya mencakup 300 perusahaan di tiga subsektor manufakktur, yaitu agro misalnya makanan, produk kayu dan pakaian di enam wilayah yaitu Sumatra Utara, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Menyangkut jenis bantuan yang diterima oleh para responden dari mitra aliansi strategis yang paling banyak adalah teknologi, informasi pasar, dan pelatihan ketrampilan. Bantuan seperti ini dianggap sebagai bentuk konkrit dari keuntungan dari membangun suatu aliansi strategis sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi, kualitas produk, efisensi dalam proses produksi, produktivitas tenaga kerja, dan yang akhirnya tingkat daya saing perusahaan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, di dalam studi ini juga dilakukan sebuah survei terhadap sejumlah UMK di klaster industri pengerjaan logam di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Tegal termasuk satu dari sejumlah kecil wilayah di Indonesia yang mempunyai suatu sejarah panjang perkembangan industri pengerjaan logam. Tegal menjadi pusat pengerja